Fenomena #KaburAjaDulu di Kalangan Anak Muda Indonesia

Gravatar Image

Oleh: Marta Magdalena Simatupang*

BELAKANGAN ini media sosial Indonesia sedang diramaikan dengan tren #KaburAjaDulu. Istilah tagar ini merujuk pada keputusan para generasi muda Indonesia yang memilih untuk meninggalkan tanah air demi mencari pekerjaan di luar negeri, dengan alasan utama gaji yang lebih kompetitif, mencari pengalaman internasional, dan sistem kerja yang lebih terstruktur.

Tren ini juga mencerminkan aspirasi dan kegelisahan kaum muda di Indonesia. Mereka merasakan kesulitan dalam menemukan pekerjaan, pendapatan yang tidak sepadan dengan biaya hidup, dan ketidakpastian tentang masa depan. (Putranto, 2025).

Read More

Selain itu, banyak anak muda yang merasa bahwa pendidikan yang mereka peroleh tidak sebanding dengan peluang kerja yang ada di dalam negeri.

Dengan meningkatnya jumlah lulusan perguruan tinggi, persaingan di pasar kerja juga semakin ketat. Banyak dari mereka yang merasa bahwa meskipun telah berusaha keras untuk mendapatkan gelar, peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di Indonesia sangat terbatas.

Akibatnya angka pengangguran di Indonesia masih cukup tinggi, terutama di kalangan lulusan perguruan tinggi. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada Agustus 2024, tercatat 842.378 orang pengangguran yang merupakan lulusan D4, S1, S2, dan S3.

Sehingga mereka memutuskan untuk mencari pekerjaan di luar negeri, yang memiliki peluang kerja yang lebih banyak serta kehidupan yang lebih baik.

Berdasarkan rangkuman DataIndonesia.id (2024), jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) mencapai 296.970 orang sepanjang 2024. Jumlah tersebut meningkat 8,40% dibanding tahun sebelumnya yang sebanyak 273.965 orang.

Peningkatan jumlah migran ini sejalan dengan fenomena “Kabur Aja Dulu” di kalangan anak muda di Indonesia, karena mereka merasa di sana akan lebih dihargai dan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk berkembang.

Mengapa Fenomena Ini Muncul?
Fenomena ini bukan tanpa alasan, ada beberapa faktor yang mendorong munculnya tren “Kabur Aja Dulu” di kalangan generasi muda Indonesia. Salah satunya adalah, sulitnya mendapatkan pekerjaan di dalam negeri.

Persaingan yang ketat serta keterbatasan lapangan pekerjaan membuat banyak generasi muda merasa frustrasi sehingga mencari alternatif untuk “kabur” ke luar negeri.

Selanjutnya adalah gaji yang lebih tinggi. Di banyak negara, terutama di kawasan Asia Tenggara dan Eropa, gaji untuk pekerjaan yang sama bisa jauh lebih besar dibandingkan dengan di Indonesia.

Hal ini membuat banyak anak muda merasa bahwa mereka bisa lebih cepat mencapai kebebasan finansial jika bekerja di luar negeri. Dengan gaji yang lebih baik, mereka bisa mengirim uang ke keluarga di tanah air dan juga menabung untuk masa depan.

Fenomena ini juga dipengaruhi oleh pengaruh media sosial yang semakin kuat. Anak muda saat ini lebih mudah terhubung dengan informasi dan pengalaman orang lain di seluruh dunia.

Melalui platform seperti Instagram dan TikTok, mereka dapat melihat kehidupan dan kesuksesan teman-teman atau influencer yang bekerja di luar negeri.

Hal ini menciptakan persepsi bahwa bekerja di luar negeri adalah jalan pintas menuju kesuksesan dan kebahagiaan, yang semakin mendorong mereka untuk mengambil langkah serupa.

Akibat dari fenomena ini cukup berdampak signifikan bagi negara. Salah satunya jika anak muda memilih untuk bekerja di luar negeri dapat menyebabkan berkurangnya tenaga kerja terampil di dalam negeri dan hilangnya potensi generasi muda yang seharusnya dapat berkontribusi untuk pembangunan negara.

Hal ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan inovasi di Indonesia jika banyak anak muda yang memilih untuk “kabur” keluar negeri. Jika kondisi di dalam negeri tidak segera diperbaiki, semakin banyak talenta muda yang memilih pergi, menyebabkan hilangnya sumber daya manusia berkualitas atau yang sering disebut “brain drain.”

Meningkatkan Peluang Dalam Negeri
Untuk mengatasi fenomena ini, pemerintah, sektor swasta dan sektor lainnya perlu berkolaborasi dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih kondusif.

Salah satunya adalah dengan meningkatkan kesempatan kerja di dalam negeri. Dengan menyediakan lebih banyak lapangan pekerjaan, anak muda tidak perlu mencari peluang di luar negeri untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik.

Dengan cara, mendukung pertumbuhan industri di berbagai sektor, seperti manufaktur, teknologi, pertanian modern, dan ekonomi kreatif.

Juga mengembangkan industri lokal, karena dengan industri yang berkembang, kebutuhan tenaga kerja akan meningkat, sehingga lebih banyak anak muda yang bisa mendapatkan pekerjaan sesuai keahlian mereka.

Selanjutnya adalah dengan sistem penggajian yang lebih kompetitif. Banyak anak muda memilih bekerja di luar negeri karena gaji yang lebih tinggi.

Akan tetapi, jika pendapatannya sepadan dengan biaya hidup, hasilnya para anak muda serta tenaga kerja akan memilih untuk tetap bekerja di dalam negeri.

Tidak kalah penting, pekerja perlu merasa dihargai. Penghargaan terhadap pekerja bisa diberikan dalam bentuk bonus, promosi, atau sekadar pengakuan atas kerja keras mereka. Rasa dihargai akan meningkatkan loyalitas pekerja terhadap perusahaan.

Dari sisi kebijakan, pemerintah perlu menyusun regulasi yang pro-tenaga kerja. Seperti aturan yang melindungi hak-hak pekerja, memberikan tunjangan yang layak, dan menciptakan kondisi kerja yang adil, yang pada akhirnya akan membantu dalam mengurangi keinginan mereka untuk mencari pekerjaan di luar negeri.

Peluang untuk berkembang juga menjadi faktor yang dipertimbangkan anak muda dalam memilih pekerjaan. Oleh karena itu, peluang pengembangan diri harus diperbanyak.

Program pelatihan, seminar, dan kursus yang mendukung peningkatan keterampilan sangat penting agar pekerja tidak merasa stagnan dan tetap termotivasi untuk berkarier di dalam negeri.

Fenomena “Kabur Aja Dulu” bukanlah semata-mata tanda bahwa anak muda kurang cinta tanah air, melainkan sinyal penting yang perlu disikapi dengan bijak.

Mereka tidak sekadar mencari gaji tinggi, tetapi juga pengakuan, penghargaan, dan kesempatan untuk berkembang yang saat ini masih sulit didapatkan di Indonesia.

Semoga fenomena “Kabur Aja Dulu” ini menjadi titik balik untuk perubahan yang lebih baik, bukan justru menjadi tren yang semakin mengakar dan merugikan masa depan bangsa.

(sumber: medanbisnisdaily.com)

*Penulis Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Prodi Manajemen UNIKA St Thomas Medan

Related posts