InfraSumut.com – Medan. Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, meminta akademisi dan para tokoh mengkaji budaya Pantai Barat Sibolga-Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Gubernur Edy Rahmayadi mengatakan keragaman budaya di Pantai Barat tersebut menjadi kekayaan Sumut juga. Karena itu ia tak ingin keragaman itu tinggal cerita saja.
Sebagai kawasan yang merupakan pintu gerbang masuknya pendatang dari berbagai daerah dan negara di dunia pada abad ke-14, Pantai Barat Sumut kini dihuni oleh masyarakat dari banyak latar belakang adat budaya dan etnis.
“Inilah kekayaan kita, saya bangga dengan itu. Begitu beragamnya kita, bagaimana bisa kita jadikan kondisi ini bernilai positif, sebagai langkah yang baik,” ujar Gubernur Edy Rahmayadi.
Itu dikatakannya pada pengukuhan Majelis Adat Budaya Pasisi Sibolga-Tapteng (MABSI) Wilayah Sumut, di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubernur, Jalan Jenderal Sudirman Medan, Sabtu (04/03/2023) sore.
Hadir di antaranya para tokoh masyarakat asal Pantai Barat, Ketua MABSI Sumut, Zahrin Piliang, Sekretaris Irwan Syari Tanjung, Bendahara Masran Munthe dan pengurus lainnya
Gubernur Edy Rahmayadi menilai Kehadiran MABSI Sumut bukan untuk mengkotak-kotakkan (membedakan) antarkesukuan dan budaya. Tetapi guna membesarkan kekayaan yang sejatinya dimiliki oleh Sumut, sebagai provinsi yang kaya adat budaya.
“Saya sudah minta agar para akademisi dan pemuka agama untuk mengkaji budaya yang ada di Pantai Barat. Supaya ini tidak hanya menjadi cerita saja. Mari bersama kita besarkan kawasan ini dan menjadi akrab, akur serta memperkuat silaturahim,” pungkas Gubernur Edy Rahmayadi.
Gubernur Edy Rahmayadi mengatakan mencermati betul makna kalimat falsafah budaya MABSI “Mengumpulkan yang Berserak, Meluruskan yang Bengkok dan Mengangkat yang Jatuh”.
“Kalau ini dijadikan semboyan (falsafah hidup), Insya Allah, Sibolga-Tapteng yang penuh anugerah itu akan semakin baik,” ujar Gubernur Edy Rahmayadi.
Sementara itu, Ketua MABSI Wilayah Sumut, Zahrin Piliang, mengapresiasi Gubernur Edy Rahmayadi yang memberikan perhatian untuk masyarakat di Sibolga-Tapteng, termasuk warga yang tinggal di perantauan seperti Kota Medan dan daerah lainnya.
Zahrin menyampaikan, bahwa wilayah Pantai Barat Sumut dihuni oleh masyarakat yang multi etnis. Mulai dari Mandailing, Toba, Nias, Minang, Aceh hingga yang berlatar belakang keturunan bangsa di luar Indonesia, baik Arab maupun Cina dan sebagainya.
“Uniknya, masyarakat Pasisi Tapteng-Sibolga banyak suku-suku. Kami (Pantai Barat) adalah Negeri Berbilang Kaum. Penuturan bahasa seperti (Pasisi) ini juga bisa ditemui di Natal, Tabuyung (Madina), Singkil hingga Meulaboh (Aceh). Ini menunjukkan bahwa Pasisi sebagai sebuah etnis di Sumut,” ujar Zahrin.
Dari berbagai keunikan dan peninggalan sejarah di kawasan Pantai Barat itu, Zahrin mengatakan daerah tersebut sudah tumbuh, bahkan jauh sebelum masa awal kedatangan para penjajah. Khususnya Kapur Barus sebagai bahan penting untuk mengawetkan mayat Firaun.
“Wilayah Tapteng-Sibolga diwarnai berbagai corak budaya. Meskipun secara bahasa, dominannya adalah Minang. Karena memang migrasi orang-orang Minang telah mewarnai kehidupan masyarakat di Pantai Barat. Karena itu kami merasa kesempatan (Pengukuhan) ini sangat berharga. Sekali lagi terima kasih kepada Bapak Gubernur yang telah hadir di momentum penting ini,” pungkas Zahrin. (ben)