InfraSumut – Medan. Himpunan Mahasiswa Sumut (Hamas) saat berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Selasa (11/10/2022).
Dalam aksinya mereka melontarkan dugaan 7 anggota DPRD Sumut memanipulasi dan memalsukan tanda tangan pada SPJ reses DPRD Sumut tahun 2019.
Pimpinan aksi, Randi Permana, mengatakan berdasarkan temuan BPK terkait kegiatan reses tersebut, menyatakan tidak meyakini kebenaran kegiatan yang menghabiskan anggaran negara sebesar Rp 756 juta.
Ia mengatakan, dalam temuan BPK itu dijelaskan bahwa nama yang tertera dalam kuitansi tanda terima uang hanya sebagai peserta kegiatan reses.
Tetapi bukan sebagai salah satu penyedia. Lalu fotokopi yang dilampirkan benar milik peserta namun tanda tangan pada kuitansi tidak milik yang bersangkutan.
“Itu terjadi sebanyak 82 transaksi sebesar Rp 353 juta. Lalu terdapat kuitansi yang tidak dilengkapi dengan nama dan alamat penyedia yang tidak bisa dikonfirmasi, ini terjadi 40 transaksi sebesar Rp 122 juta,” kata Randi.
Randi menjelaskan, dalam temuan BPK itu juga diterangkan bahwa Sekwan DPRD Sumut yang melakukan pencairan anggaran reses dinilai telah lalai dalam melakukan pemeriksaan dokumen. Pihaknya menduga telah ada pemukafatan jahat dengan tujuh anggota dewan tersebut.
“Kami minta Sekwan dan Bendahara DPRD Sumut tahun 2019 bertanggung jawab penuh atas kelalaian pencairan dokumen fiktif yang telah dilakukan DPRD Sumut dapil Binjai-Langkat,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Randi, pihaknya juga mendesak Badan Kehormatan Dewan (BKD) memeriksa 7 anggota DPRD tersebut karena dianggap telah melanggat etika dan mencoreng nama lembaga DPRD.
“Kami juga minta Kejati Sumut mengusut tuntas dugaan pemalsuan tanda tangan masyarawat yang berakibat pada kerugain negara,” pungkasnya.
Secara terpisah, Anggota DPRD Sumut dari Dapil Binjai-Langkat, Rudy Alfahri Rangkuti, memberi tanggapan atas temuan BPK tentang laporan dana reses tahun 2019.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu membenarkan tentang adanya temuan dari lembaga pemeriksaan keuangan negara itu.
“Iya memang betul, tapi itu sudah kita selesaikan semua itu,” kata Rudy menjawab konfirmasi wartawan melalui sambungan telepon, Selasa sore.
Rudy mengatakan kegiatan reses itu dilakukan pada tahun 2019, sewaktu awal-awal menjadi anggota dewan. Waktu itu, kata Rudy, mereka salah menggunakan dana tersebut.
“Sudah, itu periode-periode awal, karna kita salah menggunakan dananya aja, tapi sudah selesai,” ungkapnya.
Saat ditanya soal adanya dugaan pemalsuan tanda tangan pada kuitansi dan penggunaan KTP warga. Ia menyebutkan, tidak ada masalah seperti itu. Hanya saja, dalam laporan kegiatan reses itu, BPK memerintahkan mengembalikan uang negara.
“Kalau itu saya tidak tahu, kalau saya gak ada masalah seperti itu, punya saya persoalan tidak temukan katanya (BPK), padahal ada, tapi dah kita kembalikan semua uangnya,” ungkapnya.
“Sudah clear tapi kalau mau lebih jelasnya, ke sekwan aja, atau ke BPK aja, kan gak apa itu dipertanyakan,” pungkasnya. (sam)